PONOROGO – Kalangan pekerja di Ponorogo boleh berharap. Tahun depan, pemkab setempat mengusulkan kenaikan upah minimum kabupaten (UMK) dari Rp 600 ribu menjadi Rp 635 ribu per bulan. ’’Angka itu diasumsikan pekerja masih lajang belum punya tanggungan keluarga,’’ terang Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Bedianto, kemarin (16/10).
Menurut Ibed, sapaan Bedianto, kenaikan tersebut memang tidak seberapa besar. Sebab, didasarkan beberapa aspek ekonomi dan sosial di Ponorogo. ’’Kalau indikator atau aspek perhitungan itu kenaikannya kecil, maka UMK juga kecil,’’ katanya.
Beberapa aspek atau indikator perhitungan UMK itu antara lain harga kebutuhan pokok, perumahan, pakaian, kesehatan dan pendidikan. Dari beberapa aspek tersebut, menurut Ibed, yang paling berpengaruh adalah harga kebutuhan pokok. Sebab, dipengaruhi tingkat inflasi nasional dan daerah. ’’Faktor lain kami kira tidak terlalu signifkan. Seperti pendidikan dan kesehatan yang saat ini sudah banyak layanan yang diberikan pemerintah,’’ jelasnya.
Selain pertimbangan harga, Ibed juga mengaku penetapan UMK tersebut merupakan hasil kompromi dengan kalangan pengusaha. Sebab, pemkab tidak ingin penetapan tarif berdampak negatif terhadap dunia usaha. Sehingga, penetapannya harus mempertimbangkan faktor industri dan bisnis. ’’Kompromi itu artinya agar kesejahteraan tenaga kerja cukup dan dunia usaha tidak merugi,’’ paparnya.
Meski telah ditetapkan melalui surat bupati, Ibed mengaku UMK baru tersebut masih bisa berubah. Sebab, kewenangan menetapkan UMK adalah gubernur Jatim. Sehingga kepastian berapa UMK Ponorogo menunggu persetujuan gubernur. ’’Kami sudah usulkan UMK itu ke gubernur, tinggal menunggu keputusannya saja,’’ pungkasnya. (dhy/sad)
0 komentar:
Posting Komentar