MAGETAN – Kebijakan impor sapi dikeluhkan. Pasalnya, kebijakan itu membuat harga sapi anjlok hingga peternak merugi. ’’Pakannya mahal sekarang, sementara saat dijual harganya tidak bisa tinggi,’’ keluh Jiman, peternak sapi asal Desa Kepolrejo, Kecamatan Magetan, kemarin (21/12).
Jiman menuturkan, sejak memelihara sapi beberapa tahun lalu, baru tahun ini keuntungannya melayang. Bila biasanya satu ekor sapi jenis brahman bisa dijual seharga Rp 14 juta kini hanya tinggal Rp 10,5 juta. ’’Kami dengar penurunan itu karena banyaknya serbuan sapi dari luar negeri,” ungkapnya.
Tak mau terus merugi, Jiman bahkan mengurangi sapi yang dipeliharanya dari 6 menjadi 1 ekor saja. Dia juga tak berani gegabah mengambil bibit untuk digemukkan karena takut nilai investasi memberi pakan tidak seimbang dengan harga yang diperoleh. “Sapi-sapi biasanya dipelihara enam bulan lebih, sementara saat dijual nilainya jatuh,” katanya.
Beberapa peternak lain juga mengeluhkan anjloknya harga pasaran ternak sapi, terutama sapi brahman. Sebelumnya, sapi jenis ini menjadi idoa karena bentuk badannya bagus, mampu dibesarkan dengan maksimal, serta mudah dijual.
Menurut dia, membesarkan seekor sapi biasanya membutuhkan 6-7 bulan dengan cost sekitar Rp 750 ribu perbulan. Angka ini untuk pembelian singkong, rumput polard dan sebagainya. “Belum termasuk tenaga mengirim ke Jakarta. Jadi, ya kami sangat merugi bila hanya ada selisih tiga jutaan saja,” ujar Jiman.
Peternak sapi di hampir seluruh wilayah Magetan mengeluhkan najloknya harga ini. Selama ini sapi termasuk ternak yang digandrungi karena selain bisa laku dengan harga tinggi, juga dapat dimanfaatkan membajak sawah. Selain itu, kotorannya sebagai bahan pupuk. Namun sejak harganya turun banyak peternak berhenti memelihara sapi. Di Desa Kepolrejo saja misalnya, sebelumnya ada 10 warga yang memelihara sapi, sekarang tinggal 2 orang. (ari/isd)
0 komentar:
Posting Komentar