Komunikasi Bisnis

PONOROGO – Harapan adanya kenaikan upah lebih layak bagi kalangan buruh tampaknya harus tertunda. Pasalnya, Pemprov Jatim menolak besaran upah minimun kabupaten (UMK) yang diusulkan pemkab. Sebaliknya, pemprov justru mengesahkan jumlah upah yang lebih rendah dari usulan pemkab itu.

Kepala Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja Bedianto mengatakan, pemkab mengusulkan UMK tahun depan sebesar Rp 650 ribu perbulan. Namun, pemprov hanya menyetujui Rp 635 ribu. Atau, Rp 15 ribu lebih rendah dari usulan pemkab. ‘’Karena yang disetujui itu ya tidak apa-apa,’’ kata Bedianto, kemarin (30/11).

Meski lebih rendah, lanjut Bedianto, penetapan upah tersebut sudah menggunakan pertimbangan yang matang. Terutama terkait standarisasi kehidupan layak bagi buruh di Ponorogo. ‘’Saya yakin tim pemprov juga sudah turun ke lapangan mensurvei standar hidup layak buruh di sini,’’ katanya.

Masih menurut Ibed-sapaan akrab Bedianto, meski ditetapkan lebih rendah namun hingga saat ini belum ada komplain dari kalangan buruh. Sehingga pihaknya mengasumsikan bahwa keputusan tersebut bisa diterima. Baik dari kalangan poengusah maupun serikat buruh. ‘’Kami berharap tidak ada komplain. Tapi kalau pun toh ada, kami siap memberikan penjelasan,’’ tambahnya.

Untuk itu, kata Ibed, dalam waktu dekat pihaknya akan segera menyosialisasikan keputusan gubernur tersebut. Sosialisasi dilakukan dengan melibatkan kalangan pengusaha, serikat buruh, kalangan LSM, dan mahasiswa.

Tujuannya agar ada persepsi yang sama tentang penetapan upah minimal kabupaten. ‘’Semua elemen yang berkepentngan dengan UMK akan kami libatkan dalam sosialisasi, biar nantinya tidak muncul gejolak,’’ ujarnya.

Tak hanya itu, Ibed mengaku pihaknya akan mengawal terus pelaksanaan UMK itu tahun depan. Jika ditemukan perusahaan yang tidak menerapkan UMK, pihaknya akan mengambil sikap tegas. ‘’Ya sikap itu akan kami ambil nanti setelah pelaksanaan UMK,’’ pungkasnya. (dhy/isd)